Subscribe Twitter Facebook

Friday, August 20, 2010

Ekstradisi

1.asal mula dan perkembangan ekstradisi

Para penulis sejarah mengemukakan bahwa perjanjian tertua yang isinya mengenai penyerahan penjahat pelarian adalah Perjanjian Perdamaian antara Raja Rameses II dari Mesri dengan Hattusili II dari Kheta yang dibuat tahun 1278 S. M. Kedua pihak menyatakan saling berjanji akan menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri atau yang diketemukan di dalam wilayah pihak lain.
Namun perakter negara-negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian, tidaklah semata-mata bergantung pada adanya perjanjian tersebut. Kemungkinan besar jauh sebelum adanya negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun kedua pihak belum membuat perjanjian. Walaupun bukti-bukti untuk menguatkan dugaan ini masih belum dapat ditunjukkan. Setelah kehidupan negara tampak lebih maju, yakni sekitar abad 16 hingga abad ke 20, hubungan dan pergaulan internasional inipun mulai mengadakan pengkhususan mengenai bidang-bidang tertentu.. begitu juga mengenai ekstradisi yang mulai berdiri sendiri.

2. pengertian dan ruang lingkup ekstradisi

Setiap negara didunia ini memiliki tata hukum atau hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang berada diwilayahnya. Pelanggaran atas tata hukum juga harus ditindak, tetapi tidak semua orang rela mendapatkan hukuman atau rela mempertanggung jawabkan perbuatannya. Untuk melarikan diri dari hukuman tersebut, salah satu cara yang efektif adalah dengan melarikan diri ke dalam wilayah negara lain. Perilaku ini sekaligus melibatkan kedua negara. Bahkan sering kali ketidaksengajaan terjadi dan melibatkan kepentingan dua negara bahkan lebih dari dua negara.
Dari uraian singkat diatas tentu akan menimbulkan usaha negara untuk membawa pelaku kejahatan kenegara nya untuk diadili, dan disinilah terjadi ekstradisi. Yang dimaksud dengan ekstradisi adalah “ penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seorang yang dituduh melakukan tindak pidana kejahatan ( tersangka, tertuduh, terdakwa) atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang dilakukannya ( terhukum, terpidana), oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi, kepada negara yang memiliki yuridiksi untuk megadili atau menghukumnya, atas permintaan dari negara tersebut dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya.

Dari defenisi diatas ini dapatlah disimpulkan unsur dari ekstradisi, yakni :

1.Unsur subjek, yang terdiri atas :

• Negara atau negara-negara yang memiliki yuridiksi untuk mengadili atau menghukumnya. Negara-negara inilah yang sangat berkepentingan untuk mendapat kembali orang tersebut untuk diadili atau dihukum atas kejahatan yang telah dilakukannya itu. Disebut dengan negara peminta.
• Negara tempat sipelaku bersembunyi. Negara ini diminta oleh negara atau negara-negara yang memiliki yuridiksi atau negara peminta, supaya menyerahkan orang yang berada dalam wilayahnya itu.

2. Unsur objek, yakni sipelaku kejahatan itu sendiri yang diminta oleh negara-peminta kepada negara-diminta supaya diserahkan

3. Unsur tata cara atau prosedur, yang meliputi tentang tata cara untuk mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri serta segala hal yang ada hubungannya dengan itu. Penyerahan hanya dapat dilakuakan, apabila diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara peminta kepada negara peminta . permintaan penyerahan itu sendiri harus dilakukan secara formal kepada negara peminta, sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam perjanjian ekstradisi atau hukum kebiasaan internasional. Seperti permintaan yang dilakukan secara formal, penyerahan juga harus dilakukan secara formal.

Perjanjian-perjanjian dan perundang-undangan tentang ekstradisi

Negara memiliki yuridiksi untuk mengadili atau menghukum si pelaku kejahatan yang melarikan diri ke wilayah negara lain. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah negara diminta berkewajiban untuk menyerahkan orang yang diminta itu kepada negara peminta. Atau dapatkah permintaan itu ditolak oleh negara yang diminta.

Hugo de Groot yang dikenal sebagai Bapak Hukum Internasional dengan tegas menyatakan , setiap negara wajib menyerahkan setiap orang yang mencari perlindungan didalam wilayahnya kepada negara tempatnya melakukan kejahatan. Pernyataannya ini didasar atas anggapannya tentang hukum alam yang berlaku secara universal. Oleh karena berdasarkan hukum alam, tiada seoranpun yang boleh lolos dari hukuman dan hukum. Jika negara tempatnya berada tidak bersedia menghukum, maka terhadap penjahat pelarian tersebut wajib untuk diserahkan kepada negara dimana kejahatan itu dilakukan. Sebaliknya ada sarjana yang berpendapat apabila sebelumnya tidak ada permintaan penyerahan dri negara yang bersangkutan , maka tidak ada kewajiban bagi negara diminta untuk menyerahkan orang yang diminta. Pendapat ini didukung oleh Voet, Marten, Kluber, Leyser, Mitter-maier dan haffer.

Dewasa ini, pendapat kedualah yang banyak dipakai dan dianut oelh negara-negara yang menunjukkan kecenderungan menerima pendapat kedua. Negara-diminta tidak berkewajiban untuk menyerahkan pelaku kejahatan. Negara-diminta berhak mempertimbangkan terlebih dahulu apakah akan menyerahkan orang yang diminta ataukah akan menolak permintaan negara peminta.

Demi kepastian hukum, negara-negara membuat perjanjian-perjanjian tentang ekstradisi. Dengan demikian perjanjian ekstradisi itu menjadi landasan yuridis yang mereka anut bila menghadapi kasus tentang ekstradisi.

Asas-asas ekstradisi

Sampai saat ini masih belum terdapat sebuah konvensi ekstradisi yang berlaku secara universsal, sehingga mungkin akan timbul anggapan bahwa perjanjian ektradisi bilateral dan multilateral tersebut berbeda-beda satu dengan lainya. Tetapi dalam setiap perjanjian ekstradisi mengandung persamaan. Dasar-dasar yang sama itu diikuti terus oleh negara-negara baik dalam merumuskan perjanjian-perjanjian ektradisi maupun dalam perundang-undangan ektradisi.

Asas-asas ekstradisi tersebut, antara lain :

1. Asas kejahatan ganda atau doble criminality

Maksudnya adalah kejahatan yang dijadikan sebagai dasar untuk meminta penyerahan adalah merupakan kejahatan atau peristiwa pidana menurut sistem hukum kedua pihak. Jika asas ini tidak dipatuhi, maka penyerahan harus tidak dilakukan. Penolakan itu berarti, sipelaku yang diminta itu mendapat perlindungan dari negara-diminta. Hal ini sudah sepantasnya, sebab seorang tidak boleh bertindak atau dihukum terhadap perbuatannya yang tidak melanggar hukum negara tempatnya berada. Hanya orang yang diduga telah melakukan kejahatan yang termasuk dalam ruang lingkup perjanjian ektradisi sajalah yang dapat diminta penyerahan. Sedangkan kejahatan yang berada diluar ruang lingkup perjanjian ektradisi tidak bisa dijadikan dasar untuk meminta penyerahan meskipun memenuhi asas kejahatan ganda.

2. Asas kekhusussan atau spesialitas

Asas ini memberikan perlindunga kepada pelaku kejahatan , sebab asas ini membatasi hak dan wewenang negara peminta untuk mengadili dan menghukumnya, yaitu penyerahan. Apabila negara peminta juga mengadili orang tersebut atas kejahatan lain selain daripada kejahatan tersebut, maka orang yang bersangkutan atau negara yang diminta dapat mengajukan protes dan meminta kembali orang tersebut.

3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik

Kejahatan politik meiliki tempat pengaturan tersendiri di dalam perjanjian-perjanjian dan perundang-undangan tentang ekstradisi


4. Asas tidak menyerahkan warga negara

Diberikannya kekuasaan kepada suatu negara untuk tidak menyerahkan warga negaranya, berdasarkan atas suatu pertimbangan bahwa negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya

5. Asas Non Bis Idem

Seorang tidak boleh diadili lebih dari sekali atas kejahatan yang sama.

6. Asas kedaluwarsa

Apabila suatu kejadian hukum sudah terlalu lama dan tetap dibiarkan oleh semua pihak, sehingga sudah dilupakan orang, dan dalam jangka waktu tertentu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Mengenai berapa lama waktu itu tergantung pada setiap sistem hukum.

0 comments:

Post a Comment